Komodo, atau yang selengkapnya disebut biawak komodo (Varanus komodoensis[1]), adalah spesies kadal terbesar di dunia yang hidup di pulau Komodo, Rinca, Flores, Gili Motang, dan Gili Dasami di Nusa Tenggara.[2] Biawak ini oleh penduduk asli pulau Komodo juga disebut dengan nama setempat ora.[3]
Termasuk anggota famili biawak Varanidae, dan klad Toxicofera, komodo merupakan kadal terbesar di dunia, dengan rata-rata panjang 2-3 m. Ukurannya yang besar ini berhubungan dengan gejala gigantisme pulau, yakni kecenderungan meraksasanya tubuh hewan-hewan tertentu yang hidup di pulau kecil terkait dengan tidak adanya mamalia karnivora di pulau tempat hidup komodo, dan laju metabolisme komodo yang kecil.[4][5] Karena besar tubuhnya, kadal ini menduduki posisi predator puncak yang mendominasi ekosistem tempatnya hidup.[6]
Komodo ditemukan oleh peneliti barat tahun 1910. Tubuhnya yang besar
dan reputasinya yang mengerikan membuat mereka populer di kebun
binatang. Habitat komodo di alam bebas telah menyusut akibat aktivitas
manusia dan karenanya IUCN memasukkan komodo sebagai spesies yang rentan terhadap kepunahan. Biawak besar ini kini dilindungi di bawah peraturan pemerintah Indonesia dan sebuah taman nasional, yaitu Taman Nasional Komodo, didirikan untuk melindungi mereka.
Anatomi dan Morfologi
Di alam bebas, komodo dewasa biasanya memiliki berat sekitar 70 kilogram,[7]
namun komodo yang dipelihara di penangkaran sering memiliki bobot tubuh
yang lebih besar. Spesimen liar terbesar yang pernah ada memiliki
panjang sebesar 3.13 meter dan berat sekitar 166 kilogram, termasuk
berat makanan yang belum dicerna di dalam perutnya.[8] Meski komodo tercatat sebagai kadal terbesar yang masih hidup, namun bukan yang terpanjang. Reputasi ini dipegang oleh biawak Papua (Varanus salvadorii).[9]
Komodo memiliki ekor yang sama panjang dengan tubuhnya, dan sekitar 60 buah gigi yang bergerigi tajam sepanjang sekitar 2.5 cm, yang kerap diganti.[10] Air liur komodo sering kali bercampur sedikit darah karena giginya hampir seluruhnya dilapisi jaringan gingiva dan jaringan ini tercabik selama makan.[11] Kondisi ini menciptakan lingkungan pertumbuhan yang ideal untuk bakteri mematikan yang hidup di mulut mereka.[12]
Komodo memiliki lidah yang panjang, berwarna kuning dan bercabang.[8]
Komodo jantan lebih besar daripada komodo betina, dengan warna kulit
dari abu-abu gelap sampai merah batu bata, sementara komodo betina lebih
berwarna hijau buah zaitun, dan memiliki potongan kecil kuning pada
tenggorokannya. Komodo muda lebih berwarna, dengan warna kuning, hijau
dan putih pada latar belakang hitam.
Fisiologi
Komodo tak memiliki indera pendengaran, meski memiliki lubang telinga.[13] Biawak ini mampu melihat hingga sejauh 300 m, namun karena retinanya hanya memiliki sel kerucut,
hewan ini agaknya tak begitu baik melihat di kegelapan malam. Komodo
mampu membedakan warna namun tidak seberapa mampu membedakan obyek yang
tak bergerak.[14]
Komodo menggunakan lidahnya untuk mendeteksi rasa dan mencium stimuli, seperti reptil lainnya, dengan indera vomeronasal memanfaatkan organ Jacobson, suatu kemampuan yang dapat membantu navigasi pada saat gelap.[15]
Dengan bantuan angin dan kebiasaannya menelengkan kepalanya ke kanan
dan ke kiri ketika berjalan, komodo dapat mendeteksi keberadaan daging
bangkai sejauh 4—9.5 kilometer.[11] Lubang hidung komodo bukan merupakan alat penciuman yang baik karena mereka tidak memiliki sekat rongga badan.[16] Hewan ini tidak memiliki indra perasa di lidahnya, hanya ada sedikit ujung-ujung saraf perasa di bagian belakang tenggorokan.[15]
Sisik-sisik komodo, beberapa di antaranya diperkuat dengan tulang,
memiliki sensor yang terhubung dengan saraf yang memfasilitasi rangsang
sentuhan. Sisik-sisik di sekitar telinga, bibir, dagu dan tapak kaki
memiliki tiga sensor rangsangan atau lebih.[11]
Komodo pernah dianggap tuli ketika penelitian mendapatkan bahwa
bisikan, suara yang meningkat dan teriakan ternyata tidak mengakibatkan
agitasi (gangguan) pada komodo liar. Hal ini terbantah kemudian ketika
karyawan Kebun Binatang London ZSL, Joan Proctor melatih biawak untuk keluar makan dengan suaranya, bahkan juga ketika ia tidak terlihat oleh si biawak.[17]
Ekologi, Perilaku, dan Cara Hidup
Komodo secara alami hanya ditemui di Indonesia, di pulau Komodo, Flores dan Rinca dan beberapa pulau lainnya di Nusa Tenggara.[18] Hidup di padang rumput kering terbuka, sabana
dan hutan tropis pada ketinggian rendah, biawak ini menyukai tempat
panas dan kering ini. Mereka aktif pada siang hari, walaupun
kadang-kadang aktif juga pada malam hari. Komodo adalah binatang yang
penyendiri, berkumpul bersama hanya pada saat makan dan berkembang biak.
Reptil besar ini dapat berlari cepat hingga 20 kilometer per jam pada
jarak yang pendek; berenang dengan sangat baik dan mampu menyelam
sedalam 4.5 meter;[19] serta pandai memanjat pohon menggunakan cakar mereka yang kuat.[7]
Untuk menangkap mangsa yang berada di luar jangkauannya, komodo dapat
berdiri dengan kaki belakangnya dan menggunakan ekornya sebagai
penunjang.[17]
Dengan bertambahnya umur, komodo lebih menggunakan cakarnya sebagai
senjata, karena ukuran tubuhnya yang besar menyulitkannya memanjat
pohon.
Untuk tempat berlindung, komodo menggali lubang selebar 1–3 meter dengan tungkai depan dan cakarnya yang kuat.[20]
Karena besar tubuhnya dan kebiasaan tidur di dalam lubang, komodo dapat
menjaga panas tubuhnya selama malam hari dan mengurangi waktu berjemur
pada pagi selanjutnya.[21] Komodo umumnya berburu pada siang hingga sore hari, tetapi tetap berteduh selama bagian hari yang terpanas.[22] Tempat-tempat sembunyi komodo ini biasanya berada di daerah gumuk atau perbukitan dengan semilir angin laut, terbuka dari vegetasi, dan di sana-sini berserak kotoran hewan penghuninya. Tempat ini umumnya juga merupakan lokasi yang strategis untuk menyergap rusa.[23]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar